MERTUA! KAKEK! AYAH-MU! AYAH?
“Tingtong… Tingtong… Assalamu’alaikum.” Bunyi bel
disertai ucapan salam memecah kesunyian kediamanku.
“Ya, sebentar” sahut—istriku—Najwa. “Ayah! Ayo masuk.” Dapat kudengar
seruan istriku. Mertuaku—ayah Najwa—akan datang hari ini.
Dia bukan hanya berkunjung tapi, akan
menetap di sini entah untuk berapa lama, mungkin
selamanya. Jujur saja ini menggangguku. Padahal ia masih memiliki
anak yang lain entah mengapa dia ingin tinggal di sini. Tentunya karena
permintaan istriku, aku bilang ya saja dari pada runyam nantinya.
Sejak kedatangan ayah Najwa aku merasa
risih dan terbebani. Karena aku menganggap
ia hanya menambah beban dan pengeluaranku saja. Oleh karena
itu, aku sangat jarang berkomunikasi dengannya. Sesekali kami berbincang yang hanya
sekedar sapaan dan basa- basi saja antara seorang menantu
dan mertuanya.
Penyebabnya juga karena aku menganggapnya kampungan. Pastinya
pembicaraan kami tidak akan menarik. Bisa dikatakan
sekarang anakku menempel dengan mertuaku.
“Kakek… Kakek
lihat ini.” Jelasku dengar suara cempreng anakku memanggilnya. “Biar saja dia
mengasuh daripada tak ada kerjaan” pikirku.
Malam harinya di kamar.
“Ayahmu itu tak ada kegiatan lain selain membuat Yolla
berisik.” Ucapku.
“Itukan bagus Mas.
Yolla jadi tak kesepian jika tak ada temannya.
Lagi pula ayahku kan ayahmu
juga, Mas.”
jawab istriku.
‘AYAHKU?’ batinku. Aku hanya tersenyum
simpul pada istriku dan beranjak tidur. Najwa juga sepertinya tidak ingin
memperpanjang obrolan ini. Saat itu, perkataannya tak terlalu menggangguku.
Esoknya saat aku pulang kerja rumah
terasa begitu sepi. Tak aku
dengar lagi suara anakku yang berisik bermain
dengan kakeknya. Benar juga, aku belum melihatnya. Ke mana
dia? Mengapa aku begini? Bukannya itu yang aku
inginkan. Tapi tetap saja aku penasaran. Saat makan malam aku mengetahui bahwa
mertuaku itu pulang kampung. Hanya sebatas itu perbincangan kami dan Yolla pun
tak banyak bicara. Dia menghabiskan makanannya dengan cepat lalu beranjak ke
kamarnya. “Rumah yang tenang seperti keinginanku. Sunyi. Ya, terasa mencekam. Mencekam?
Apa itu? Aneh- aneh saja,” batinku.
Sudah semingu lebih mertuaku pulang
kampung dan rumahku terasa semakin sunyi saja setiap harinya. Apa aku sudah
terbiasa dengan kehadirannya, entahlah. Tidak, aku
hanya kesal melihat kemurungan putriku. Lagi-lagi aku menyangkal pikiranku
sendiri.
Hari ini pekerjaanku tak terlalu banyak
di kantor. Sehingga aku bisa pulang cepat.
Saat turun dari mobil kulihat Yolla dan istriku berdiri
di teras. Jelas sekali Yolla tampak bersemangat dari sikapnya yang
tak mau diam itu. Entah mengapa aku merasa menyambut kedatanganku. Itu
menyenangkan. Sebuah senyum tergambar di wajahku.
Apalagi saat kulihat Yolla berlari ke arahku dan
spontan saja aku merentangkan tangan. Tapi... dia melewatiku begitu saja.
“Kakek!” Teriak Yolla di
belakangku. Mendengar itu aku berbalik, kulihat
Yolla memeluk erat mertuaku dan dia langsung
menggendong Yolla. Aku
sunguh merasa antara ada dan tiada di sini.
Tambah lagi istriku hanya tersenyum sepintas padaku kemudian, berlalu
menghampiri ayahnya. Mertuaku.
Mertua!! Kakek!! Ayah Najwa!! Ayah?
Tanya batinku berkecamuk. Semalaman aku merenungkan panggilan itu. Aku
menyimpulkan bahwa aku selama ini
berbohong pada diriku dengan menyangkal keberadaanya. Menganggapnya beban karena
aku berpikir dia orang asing. Mertuaku,
tidak dia ayahku juga. Itu yang seharusnya ada di pikiranku.
Tak kusangka panggilan sunguh
memengaruhi kedekatan dan keikhlasan kita. Setelah itu aku mengakrabkan diri
dengannya serta putriku tentunya juga istriku sehingga rumah kami pun lebih bercahaya. Tawa Yolla dan riang candanya bersama ayah mertuaku membuat seisi rumah
menjadi gaduh. Tak ada lagi kesunyian, yang ada keceriaan, kegaduhan dan canda
tawa. Kini aku menyadarinya bahwa aku selama ini kurang peduli dengan ayah
metuaku.
“Papa nampak senang dan
bahagia sekali,” bisik istriku. Saat itu kami sedang kumpul di ruang keluarga
kecil kami dan aku hanya tersenyum kecil mendengar celetukan istriku itu. Malam
itu kami habiskan dengan penuh kebersamaan. Malam itu waktu terasa begitu cepat
berlalu. “Aku bersyukur dengan adanya mertuaku di sini,” teriak batinku.
Padang, -- November 2018
@Amrhy_02
Padang, -- November 2018
@Amrhy_02
No comments:
Post a Comment