Tuesday, August 22, 2017

KEBETULAN YANG TAK DISENGAJA





KEBETULAN YANG TAK DISENGAJA
Cerita Amrhy_02

Indah dan memesona merupakan kata-kata yang selalu saja meluncur di hatiku saat melihat mentari pagi, hangat dan sangat menggoda dengan daya tarik alami yang sangat unik. Begitulah menurutku. Tetapi kali ini berbeda, kata itu muncul berulang kali di hati dan otakku. Aku tak pernah seperti ini sebelumnya. Sungguh aku tak habis pikir mengapa? Ini sangat membingungkan. Kau tahu mengapa? Jika kau tak tahu, tak salah bila kau menyelesaikan membaca kisahku ini.

Jawabannya karena kata itu muncul setiap kali aku melihat dirinya. Dia yang selalu duduk  di baris depan di kelas kami. Dia yang tak banyak bicara. Dia yang yang dapat menyelesaikan soal rumit yang menurutku membingungkan. Dia yang menganggap membaca buku lebih kurang setebal lima centi meter itu menyenangkan. Dia yang tak pernah bisa tidak kuperhatikan dalam sehari. Sepertinya kali ini dialah  matahari dan aku adalah planet yang mengelilinginya. Dia menjadi pusat dari segala hal di dunia ini bagiku.

Dari perumpamaan di atas kau pasti sadar dia sangat populer. Artinya, tidak hanya aku planet yang menjadikan dia sebagai mentarinya. Mengetahui itu aku cukup tertekan, berasa orang sepertiku ini tak akan pernah terbias pada korneanya yang bulat hitam dan mata yang sipit itu. Dengan ketidakrelaan kucoba memendam dan menghapuskan rasa ini dari hati dan pikiranku.

Tepat di hari Senin pagi, aku terlambat lagi berangkat ke sekolah gara-gara semalaman tidak tidur menikmati setumpuk buku yang baru aku beli siangnya. Setelah berlari kencang saat turun dari angkutan umum, napasku sungguh tak dapat dikompromi. Rasa haus teramat sangat, ini mungkin karena aku lupa minum sebelum berangkat ke sekolah. Padahal ibu sudah ciapkan segelas susu segar. Emang sih sesal itu datangnya belakangan. Aku ragu menganggap ini sebagai kesialan atau malah keberuntungan bagiku di hari itu.

Ya Hari itu walaupun sudah bergegas ke sekolah aku tetap terlambat dan hukumannya aku harus belajar sendiri di perpustakaan. Itu sangat membosankan, ingin rasanya aku bolos saja seperti sebelumnya yang aku lakukan jika aku terlambat atau aku bosan. Tapi, entah apa yang membawa langkah kakiku ke perpustakaan. Sampai hal yang tak kuduga pun terjadi.

Dia, ya mentariku ada di sana. Di perpustakaan. Dia sedang duduk tenang di sudut perpustakaan. Dia menyandarkan kepalanya di sebuah rak buku dan tampak seperti seorang dewi yang duduk nyaman di singgasananya . Lama aku hanya terdiam memandanginya dan selama itu pula dia tetap tenang dengan kesibukannya. Tak sedikit pun dia melirik ke arahku, Aku tahu dia pasti sangat menghayati bacaannya. Tak lama aku tersadar dari keterpakuanku. Beberapa kalimat tanya hadir di otak kecilku. Seperti, mengapa dia di sini? Apa dia terlambat? Haruskah aku mendekatinya?

Daripada bengong terus memandangi wajahnya, akhirnya aku mencoba mendekatinya dan duduk di sampingnya. Karena aku tak dapat mengucap sepatah kata pun maka aku berusaha diam, satu-satunya bahasa hati. Namun karena fokusku terpaut padanya aku malah membuat dia menyadari hal itu. Aku jadi salah tingkah gara-gara dia melihatku dengan senyum manisnya. Aku refleks berdiri dan tak sengaja menyenggol tumpukan buku yang tersusun rapi di rak-raknya. Tak aku pungkiri itu  menghasilkan suara gaduh yang menuai protes dari penjaga perpustakaan.

“Jangan berisik di pustaka. Kau… Ah kau selalu saja membuat kekacauan di mana pun berada, cepat bereskan itu!Tegur serta titah penjaga pustaka padaku. Emang penjaga perpustakaan kali ini terkenal tegas dan cerewet. Dia terkenal dan aku juga terkenal di bidang Kau pasti tahu. Bertolak belakangkah?

“Baik, Pak. maaf!Kataku seraya membereskan buku yang berserakan di lantai.
“Butuh bantuan?” Tanya sebuah suara yang sedikit asing di pendengaranku.

Spontan saja aku menoleh dan mendapati dia tepat di hadapanku. Jarak kami saat ini tepat dua langkah. Tak pernah terpikirkan aku akan sedekat ini dengannya. Aku terdiam menatap tepat pada dua bola matanya yang memancarkan keteduhan bagi siapa saja yang melihatnya.

“Aaa.. ti…tidak apa-apa.” Balasku gugup.
Ooh tidak, apa yang ku katakan,” batinku menyesalinya.
Ahhaha… Tak apa, bukankah kita teman sekelas? Kau lucu.” Balasnya seraya tertawa kecil. Kemudian melempar senyum manis dan lembutnya lagi padaku.

Aku terpana menikmati senyumannya yang sungguh menawan itu, di tambah lagi dua lesung pipit di pipinya itu makin terlihat jelas. Aku tak tahu tapi intuisiku mendorongku untuk mengatakan.
“Aku mengagumimu lebih tepatnya aku jatuh hati.Spontan kata itu keluar dari mulutku.
Ekh..” Terkejutnya dan…
Ahahaha… Kau benar-benar lucu.” Katanya.
Terima kasih telah membuatku tertawa, sungguh sudah lama aku tak tertawa seperti ini.Tambahnya.
Aaa Benarkah? HaahaaaKata disertai tawaku. Ingin sebenarnya kukatakan bahwa aku serius tapi intuisiku berkata ini langkah yang tepat jadi tak perlu terburu- buru.

Aku percaya akan ada kesempatan selanjutnya di mana aku akan bisa lagi bertemu dan ngobrol serius dengan mentariku. Hari ini cukup sampai di sini dulu kisahku. Biar waktu yang akan mengatur goresan tinta apa lagi yang akan aku lalui bersama mentariku!

Bukittinggi, Agustus  2017

No comments:

Post a Comment