SAKIT RINDU
By: Amrhy_02
Rasa rindu yang teramat
sangat mengusik
nuraniku yang beku seakan-akan meledak mendesak keluar menumpahkan rasa yang
terpendam. Aku berusaha mengeluarkan sesak yang
menyelimuti hati ini. Hanya rintihan yang sesekali meluncur dari sudut bibirku,
menghantarkan irama pendekap hati yang mencekam. Tak lepas dari itu, otakku
terasa letih karena terkuras memikirkanmu. Dirimu yang
menyesakkan hati dan memenuhi alam pikiranku.
Dalam gelimpangan keluguan yang cendrung
polos bagai kain putih tak bernoda. Aku
berkata, “Aku amat sakit,
hati dan kepalaku sakit…!!!”
Tingkahku yang mulai berbeda telah
mengusik teman sekamarku. Hingga dia berkata, “Kau
kenapa, terlihat suram akhir-akhir ini.” Aku
sedikit bingung dengan perkataannya. Apakah itu pertanyaan atau malah itu
sebuah pernyataan. Tapi aku tak mau untuk memikirkannya. “Aku sakit” balasku.
“Iyaa, iyaaa. Kau
sudah mengatakannya berkali- kali. Sebenarnya kau sakit apa?” Balasnya terkesan sekali dia kesal dan
tidak puas terhadap jawaban serta sikapku.
“Kau tahu yang
sakit itu hati dan kepalaku!” Timpalku lagi
padanya.
“Itu juga
sudah kau katakakan, cobalah lebih spesifik?” Deliknya
padaku. Namun aku masih saja tak ambil peduli, jujur
bukannya tak mau peduli tapi aku hanya lelah untuk peduli.
“Sudahlah aku lelah, Cik.”
Timpalku seraya memperlihatkan tampang jelekku padanya.
“Jangan begitu, kau membuatku
seakan-akan pemeran antagonis di sini.
Padahal aku hanya ingin membantu. Aku sebenarnya juga tak mau mengganggumu tapi
sadarkah kau yang mengganguku di sini.
Dengan tampangmu yang terlihat bosan hidup itu. Ha-ah..” jelas Cik
panjang lebar seraya menghela nafas yang terdengar berat. Jelas sekali bahwa
dia kecewa terhadapku. Terdengar jelas dari nada suaranya. “Baik,
aku takkan ikut campur lagi.” Tambahnya dengan beranjak dari tempat duduknya
menuju kasur. Aku hanya terdiam saja melihat dia melewatiku
dan tak lama dia kembali berkata setelah berada dalam selimut bermotif detektif Conan kesukaannya. “Kalau kau
telah selesai dengan urusanmu, tolong matikan lampunya.”
“Klek..” perkataanya langsung kutanggapi
dengan mematikan lampu yang stop kontaknya kebetulan memang terletak dalam
jangkauanku.
***
“Cik aku
minta maaf tentang kejadian semalam, dan izinkan aku pada
pelajaran pertama di kampus yaa. Aku
ingin ke rumah sakit.” Timpalku pada sahabat
sekamarku ini. Sebetulnya aku dan Cik telah
bersahabat sejak SMP karena kami
satu sekolah dan kami berpisah saat SMA karena Cik
pindah ke kota dan bersekolah di sana. Jika kuingat waktu SMP Cik
juga merupakan murid pindahan yang menurut ceritanya dia pindah karena
tuntutan pekerjaan orang tuanya.
Mendengar permintaanku Cik
menoleh padaku lalu tersenyum samar. “Tentu,
jangan dipikirkan. Begitu dong. Semoga
cepat sembuh ya, aku rindu dirimu yang dulu.” Menerima
perlakuan seperti itu aku pura-pura merajuk dan tentu saja hal itu menuai tawa
di antara kami. “Akh, apa perlu kutemani?”
Tanyanya.
“Tidak
usah nanti merepotkan.”
“Ki… Zakki.
Kau itu terlalu banyak berpikir. Jangan
terlalu sungkan padaku, kalau kau masih seperti itu aku benar-benar akan marah
padamu. Kita ini teman, kau ingat. Jadi, sudah diputuskan aku
akan menemanimu.”
“Tapi,,”
“Eits… Jika
masalah izin aku akan menelpon Yanti. Lagian aku sudah tak sabar menunggu
sahabatku kembali seperti dulu lagi. Aku rindu kamu Zakki.”
Kata Tacik padaku.
Aku tak tahu apa dia sedang menggodaku atau tidak tapi memang begitulah Tacik,
dia selalu tampak ceria dan mudah mengatakan hal-hal semacam rindu atau apalah
yang berhubungan dengan perasaan pada orang terdekatnya, terkadang aku merasa
iri padanya akan hal itu. “Jadi apa yang
kita tunggu?” Tanya Cik.
“Tak ada.”
Balasku.
“Kalau
begitu, ayo pergi.” Katanya penuh semangat. Melihat ekspresi serta mendengar
suaranya yang deras itu aku hanya tersenyum geli.
***
“Zakki Al-Razak…” Terdengar
namaku dipanggil oleh perawat.
“Namamu
sudah dipanggil, cepat pergi.” Perintah
Tacik padaku. “Baik bos,”
balasku seadanya. “Hahaha…” Dapat
kudengar tawa kecilnya saatku berjalan ke ruang pemeriksaan. Aku hanya berobat
ke bagian umum dan
setiba di dalam.
“Mas Zakki?”
“Ya, Dok.”
“Silahkan
berbaring agar diperiksa.” Kata dokter
tersebut padaku. Langsung saja aku mengikuti instruksi
yang di katakannya. “Kepala sering sakit dan sesekali
terasa nyeri dan
sesak pada daerah jantung, benar?” Yakinkan
dokter itu. “Ya.” Jawabku.
Setelah melewati berbagai rangkaian
pemeriksaan. Dokter itu menjelaskan bahwa tak ada masalah pada jantung dan
kepalaku. Semua normal katanya. Terang saja aku binggung dan tampak kulihat
dokter itu juga bingung mungkin dia bingung akan memberi obat apa padaku.
“Biasanya,
apa yang menjadi pemicu dari sakit yang Mas Zakki alami?”
Tanya dokter itu tiba-tiba padaku.
Kemudian aku mulai berpikir dan menjelaskan penyebabnya pada
dokter tersebut.
“Saya
rasa, rasa sesak pada bagian jantung saya itu setelah
sakit di kepala sering muncul apabila saya
mengingat seorang teman yang dulu sekelas dengan saya di SMA. Akhir-akhir ini
saya sering teringat padanya dan itu membuat rasa sesak dan sakit pada diri
saya Dok. ” Begitulah
penjelasan saya pada dokter itu.
Dapat saya lihat sang dokter tersenyum-senyum
mendengar penuturan saya. “Itu
merupakan hal biasa, saya anjurkan mas menemui
atau menghubungi teman mas tersebut. Saya
yakin setelah itu penyakit yang mas maksud
itu akan berkurang dan kemungkinan besarnya akan sembuh total.”
Walau sedikit bingung dengan saran dokter itu aku mau tak mau harus keluar dari
ruang pemeriksaan itu karena secara medis aku telah ditetapkan
sehat wal’afiat.
***
“Bagaimana,
Ki?” Tanya
serta sambut Cik padaku.
“Entahlah,
ayo pulang.” Timpalku.
“Ekh,
tidak ambil obat dulu.” Tanya Cik
bingung.
“Tidak ada
obat, aku tidak sakit apa-apa.” Jelasku
padanya.
“Maksudmu,
apa yang dikatakan dokter itu!” Tuntut Cik
padaku. Dengan sedikit enggan aku menceritakan kronologis
yang kualami di dalam ruang pemeriksaan. Selesai aku menjelaskan Cik
malah tertawa keras dan berkata, “Kau
ini polos atau apa Zakki?”
“Maksudmu?”
“Temanmu itu
pria atau wanita?” Tanya Cik.
“Wanita...”
“Sudah
jelas.”
“Jelas
apanya?”
Mendengar pertanyaanku itu Cik
mendekat dan membisikan sesuatu padaku. “Kurasa
kau menyukai temanmu itu dan penyakit yang kau alami adalah penyakit RINDU.”
Mendengar itu aku hanya menatap tak percaya pada Cik.
“Itu hal
biasa kau sadari setelah kau jauh dari orang yang pernah dekat padamu.” Tambahnya.
“Kalau begitu ayo temui dia, seperti saran
dokter.” Tambah Cik seraya menarikku entah ke mana. “Apakah
benar aku rindu? Entahlah, yang penting aku coba obat ini dulu”, Pikirku.
Padang Pariaman, -- Januari 2019
@Amrhy_02
No comments:
Post a Comment