Sunday, August 12, 2018

DIDIKAN DINI

DIDIKAN DINI 
By: Amrhy-02

Maghrib belum tiba. Aku baru saja pulang dari mesjid mengikuti kajian mingguan. Sesampai di rumah, kulihat seisi rumah sepi. Hari ini hari Minggu di awal bulan, pasti seisi rumah sedang pergi arisan keluarga ke rumah sanak keluargaku. Sepi rasanya rumah ini. Aku segera melepas lelah di tempat favoritku, kamar.

Adzan maghrib mulai berkumandang. Aku segera berwudhu dan menunaikan sholat maghrib. Belum selesai aku shalat, terdengar di ruang tamu sudah mulai ramai. Seisi rumah rupanya sudah kembali. Terdengar celotehan riang keponakanku.

Dari kamar, aku mencoba berbaur ke ruang tengah, mengajak main keponakanku. Tubuhku yang tadinya lelah seakan hilang kelelahanku ketika melihat wajah-wajah keponakanku yang mungil dan lucu. Wajah yang penuh dengan kepolosan tanpa dosa. Wajah tanpa masalah. Hhmm,, enaknya jadi anak kecil, pikirku.

Tiba-tiba, Alif merengek meminta di buatkan susu botol oleh “Aby”, panggilan ayah oleh keponakanku yang pertama itu.
Aby, Alif mau susu, di botol gede ya…”, rengekan anak berusia 2,5 tahun itu membuat aku pusing.
 Ya, kalau mendengar anak kecil merengek minta sesuatu, riweh sekali rasanya. Abangku (Aby-nya Alif) membuatkan susu di botol kecil karena botol besarnya sedang di cuci. Ketika mau memberikan susu itu ke Alif, ternyata anak itu nggak mau dan malah merengek lagi.
Aby, Alif nggak mau di botol kecil, di botol gede aja…” Rengeknya dengan gaya bicara yang belum terlalu jelas. Aku tambah riweh mendengar rengekannya, ada-ada aja permintaan anak itu.

Om mau pergi ke toko, ayo siapa yang mau ikut?” Aku mencoba mengalihkan perhatian Alif berharap dia diam dari rengekannya dan fokus pada ajakanku. Uty yang sedari tadi diam langsung menjawab, “Iyya, ikut…”. Uty, keponakanku yang kedua, usianya cuma beda 6 bulan di atas Alif.
“Yuk,,, kita ke toko yuk… Beli eskrim nanti ya! Aku sengaja mengulangi kembali ajakanku. Aku berhasil, Alif diam dari rengekannya dan dia mulai menghampiri aku dan Uty yang bersiap-siap pergi ke toko
“Om,,, Alif ikut…!  Kena!” Pikirku.
“Abang Alif mau ikut?”
“Iya, Alif mau ikut.”
“Ok. Kalau Alif mau ikut, sekarang Alif minum susu yang tadi udah di buat sama Aby dulu ya.”
“Nggak mau. Alif mau ikut.”
“Eh, nggak bisa gitu. Tadikan Bang Alif udah minta susu sama Aby, harus diabisin dulu susunya, baru nanti kita ke toko. Ok!”
“Aahh… Nggak mau, Alif mau ikut.” Dia mulai menggelayutiku.
“Ya sudah, sekarang abang pilih mau habisin susu dulu trus ikut ke toko atau abang nggak minum susunya dan nggak ikut ke toko. Ayo, abang pilih yang mana?”
Yes, kena! Alif mulai berpikir. Ku lihat dari bola matanya, dia sedang memikirkan pertanyaanku dan akhirnya dia pun memilih.
“Alif mau ke toko.” Tepat! Pastinya dia akan memilih dan mengatakan hal yang dia sukai.
“Ok. Kalau gitu, sekarang abang minta susu sama Aby dan abang habisin dulu susunya. Nanti Om sama Uty  nungguin abang.”

Alif yang biasa dipanggil dengan sebutan abang, mengangguk dan segera mengambil susu yang tadi sudah dibuat. Aku mengajak Alif tosh, pertanda kita deal.

Wah, sekarang tinggal mengatur cara bagaimana supaya nanti ketika di toko, mereka nggak ngambil makanan sesuka mereka, bisa terkuras habis uangku. Biasanya, kalo ngajak mereka (Alif dan Uty)  pasti masing-masing membawa keranjang dan mengambil apa saja yang mereka inginkan.

Teringat materi yang di bawakan oleh Ust Han pada acara pengajian sore tadi. Beliau mengatakan bahwa kita harus pintar bernegosiasi sama anak kecil. Aku pun terpikir untuk bernegosiasi dengan keponakanku. Sambil menunggu Alif menghabiskan susunya, aku mencoba mengajak ngobrol mereka.
“Nanti di toko, Alif mau beli apa?”
“Hhmm… Beli apa ya?” Alif berpikir dan kemudian dia menjawab.
“Beli susu, coklat, es krim....”
“Eits, satu aja. Coba tanya Aby, boleh nggak Alif beli susu, coklat sama es krim?”

Alif bertanya kepada abangku dan ternyata abangku nggak ngebolehin Alif jajan susu, cuklat dan es krim. Abangku menyarankan beli sozzis aja. Akhirnya, Alif menuruti perkataan Aby-nya.
“Om, Alif mau beli sozzis.”
“Ok. Alif sozzis. Nah, sekarang Uty mau beli apa nanti di toko? Tapi, nggak boleh sama kayak abang ya, biar nanti Uty sama abang bisa tukar-tukaran. Kita berbagi, ok?”
“Hhmm… coklat!” Akhirnya Uty memutuskan untuk membeli coklat setelah lama berpikir.
“Ok. Nanti berarti pas di toko, abang Alif cuma beli sozzis dan kakak Uty cuma beli coklat ya, nggak boleh yang lain. Ok!”

Mereka mengangguk. Aku, Alif dan Uty berpelukan. Itu adalah tanda bahwa kami sepakat. Setelah menghabiskan susunya, kami pergi menuju toko. Di sepanjang perjalanan, aku mencoba mengajak ngobrol mereka, lagi-lagi berbicara tentang langit. Ternyata Alif sudah tahu yang mana bulan dan yang mana bintang. Ketika aku tanya, ”Eh… Di atas ada bulan nggak?”
Alif langsung menjawab,”Nggak ada. Adanya bintang, ngikutin Alif. Hahaha…” Alif ketawa lepas.

Ya, malam itu bulan tak menampakkan dirinya, mungkin tertutup awan. Alif bilang kalau bintang ngikutin dia, hahaha… Sama pikirannya denganku sewaktu aku kecil dulu yang menganggap bahwa benda-benda langit mengikuti diri kita ketika kita berjalan.

Kami pun tiba di toko. Alif dan Uty langsung berlarian mencari apa yang mereka rencanakan sebelumnya. Alif yang berbadan besar dengan gesit langsung menuju tempat sozzis. Aku heran, dia kok sepertinya sudah hapal dengan tempat-tempat di toko ini. Bahkan, untuk menemukan sozzis yang ingin dia beli, dia langsung menuju tempat sozzis dan itu tepat!
“Om, Alif beli sozzis sapi!” Katanya sambil memegang sekaleng sozziz sapi.
“Oh… Abang sudah ketemu sozzisnya. Ok, abang sozzis sapi.”
Wah, Alif dengan cepat dan tepat bisa tahu kalau yang dia pilih adalah sozzis sapi. Ckckck… Cerdas sekali anak ini, pikirku.
“Om, Alif mau beli lagi ya!” Pintanya.
“Eits, tadi di rumah abang sudah janjikan? Abang cuma beli sozzis, nggak yang lain.”
Dari matanya, aku bisa melihat Alif sedang mengingat perjanjian yang tadi sudah di buat di rumah. Alif pun tersenyum, memamerkan giginya yang gerepesan.

Uty masih kebingungan mencari coklat yang dia inginkan. Banyak sekali macam coklat dan dia bingung mau membeli coklat yang mana.
“Alif, kita bantu Uty yuk buat nyari coklatnya!” Aku mengajak Alif untuk membantu Uty mencari coklatnya. Aku, Alif dan Uty mencari-cari coklat. Alif tampak serius membantu Uty untuk mencari coklat tersebut.
“Kakak, yang ini aja…” Alif menunjukkan ‘Beng-beng’
“Nggak mau.” Uty rupanya nggak mau ‘Beng-beng’, dia terus mencari coklat yang dia inginkan. Setelah agak lama, Uty pun menemukan coklat yang dia inginkan “Nyam-nyam coklat”. Kami pun menuju kasir, membayar barang belanjaan kami.

Sesampai di rumah, mereka saling berbagi apa yang mereka beli. Alif membagi sozzis sapinya kepada Uty dan Uty pun membagi nyam-nyam coklat miliknya kepada Alif. Alhamdulillah, aku berhasil!
***
Orangtua yang baik bukanlah orangtua yang mengikuti dan memenuhi segala keinginan anak. Anak minta A maka orangtua pun membelikan A. Anak minta B maka orangtua pun membelikan B. Orangtua yang baik adalah mereka yang mengajarkan anak bagaimana anak memilih dengan penuh tanggungjawab dan konsisten serta komitmen terhadap apa yang di pilihnya.
Jangan katakan bahwa ikuti saja terus keinginan anak karena toh dia masih kecil belum mengerti apa-apa. Sungguh! Itu salah besar. Kepribadian anak sudah mulai terbentuk sejak dia kecil. Ketika orangtua terus mengikuti keinginan anak, maka yakinlah bahwa ketika anak itu dewasa maka dia akan menjadi sosok orang yang manja.
Ajaklah anak untuk terus berpikir terhadap apa yang diperbuatnya atau yang akan diperbuatnya. Arahkan mereka dalam memilih sesuatu dan ajarkan tanggungjawab terhadap apa yang mereka pilih. Sekali lagi, biarkan dia memilih.
Bukittinggi, Agustus 2018

No comments:

Post a Comment