DIDIKAN DINI
By: Amrhy-02
Maghrib belum tiba. Aku baru
saja pulang dari mesjid mengikuti kajian
mingguan. Sesampai di rumah, kulihat
seisi rumah sepi. Hari ini hari Minggu di awal bulan, pasti seisi
rumah sedang pergi arisan keluarga ke rumah sanak keluargaku.
Sepi rasanya rumah ini. Aku segera melepas lelah di tempat favoritku, kamar.
Adzan maghrib mulai
berkumandang. Aku segera berwudhu dan menunaikan sholat maghrib. Belum selesai
aku shalat, terdengar di ruang tamu sudah mulai ramai. Seisi rumah rupanya sudah kembali. Terdengar celotehan
riang keponakanku.
Dari kamar, aku mencoba berbaur ke ruang tengah,
mengajak main keponakanku. Tubuhku yang tadinya lelah seakan hilang kelelahanku
ketika melihat wajah-wajah keponakanku yang mungil dan lucu. Wajah yang penuh
dengan kepolosan tanpa dosa. Wajah tanpa masalah. Hhmm,, enaknya jadi anak
kecil, pikirku.
Tiba-tiba, Alif
merengek meminta di buatkan susu botol oleh “Aby”, panggilan ayah oleh keponakanku yang pertama itu.
“Aby, Alif mau susu, di botol gede ya…”, rengekan anak berusia 2,5 tahun itu membuat aku pusing.
Ya, kalau mendengar anak kecil merengek minta sesuatu, riweh
sekali rasanya. Abangku (Aby-nya Alif) membuatkan susu di botol kecil karena botol besarnya
sedang di cuci. Ketika mau memberikan susu itu ke Alif, ternyata anak itu nggak mau dan malah merengek lagi.
“Aby, Alif nggak mau di botol kecil, di botol gede aja…” Rengeknya dengan
gaya bicara yang belum terlalu jelas. Aku tambah riweh mendengar rengekannya,
ada-ada aja permintaan anak itu.
“Om mau pergi ke toko, ayo siapa yang mau ikut?” Aku mencoba mengalihkan
perhatian Alif berharap dia diam dari rengekannya dan fokus pada
ajakanku. Uty yang sedari tadi diam langsung menjawab, “Iyya, ikut…”. Uty, keponakanku yang kedua, usianya cuma beda 6 bulan di
atas Alif.
“Yuk,,, kita ke toko yuk… Beli eskrim
nanti ya!” Aku sengaja
mengulangi kembali ajakanku. Aku berhasil, Alif diam dari rengekannya dan dia mulai menghampiri aku
dan Uty yang bersiap-siap pergi ke toko
“Om,,, Alif ikut…! Kena!” Pikirku.
“Abang Alif mau ikut?”
“Iya, Alif mau ikut.”
“Ok. Kalau
Alif mau ikut, sekarang Alif minum susu yang tadi udah di buat sama Aby dulu
ya.”
“Nggak mau.
Alif mau ikut.”
“Eh, nggak
bisa gitu. Tadikan Bang Alif udah minta susu sama Aby, harus diabisin dulu
susunya, baru nanti kita ke toko. Ok!”
“Aahh… Nggak
mau, Alif mau ikut.” Dia mulai menggelayutiku.
“Ya sudah,
sekarang abang pilih mau habisin susu dulu trus ikut ke toko atau abang nggak
minum susunya dan nggak ikut ke toko. Ayo, abang pilih yang mana?”
Yes, kena!
Alif mulai berpikir. Ku lihat dari bola matanya, dia sedang memikirkan
pertanyaanku dan akhirnya dia pun memilih.
“Alif mau ke
toko.” Tepat! Pastinya dia akan memilih dan mengatakan hal yang dia sukai.
“Ok. Kalau
gitu, sekarang abang minta susu sama Aby dan abang habisin dulu susunya. Nanti Om
sama Uty nungguin abang.”
Alif yang
biasa dipanggil dengan sebutan abang, mengangguk dan segera mengambil susu yang
tadi sudah dibuat. Aku mengajak Alif tosh, pertanda kita deal.
Wah, sekarang
tinggal mengatur cara bagaimana supaya nanti ketika di toko, mereka nggak
ngambil makanan sesuka mereka, bisa terkuras habis uangku. Biasanya, kalo
ngajak mereka (Alif dan Uty) pasti
masing-masing membawa keranjang dan mengambil apa saja yang mereka inginkan.
Teringat
materi yang di bawakan oleh Ust Han pada acara pengajian sore tadi. Beliau
mengatakan bahwa kita harus pintar bernegosiasi sama anak kecil. Aku pun
terpikir untuk bernegosiasi dengan keponakanku. Sambil menunggu Alif menghabiskan
susunya, aku mencoba mengajak ngobrol mereka.
“Nanti di
toko, Alif mau beli apa?”
“Hhmm… Beli apa
ya?” Alif berpikir dan kemudian dia menjawab.
“Beli susu, coklat, es krim....”
“Eits, satu
aja. Coba tanya Aby, boleh nggak Alif beli susu, coklat sama es krim?”
Alif bertanya
kepada abangku dan ternyata abangku nggak ngebolehin Alif jajan susu, cuklat dan es
krim. Abangku menyarankan beli sozzis aja. Akhirnya, Alif menuruti perkataan
Aby-nya.
“Om, Alif mau
beli sozzis.”
“Ok. Alif
sozzis. Nah, sekarang Uty mau beli apa nanti di toko? Tapi, nggak boleh sama
kayak abang ya, biar nanti Uty sama abang bisa tukar-tukaran. Kita berbagi,
ok?”
“Hhmm…
coklat!” Akhirnya Uty memutuskan untuk membeli coklat setelah lama berpikir.
“Ok. Nanti
berarti pas di toko, abang Alif cuma beli sozzis dan kakak Uty cuma beli coklat
ya, nggak boleh yang lain. Ok!”
Mereka
mengangguk. Aku, Alif dan Uty berpelukan. Itu adalah tanda bahwa kami sepakat. Setelah menghabiskan susunya, kami pergi menuju toko. Di sepanjang perjalanan, aku
mencoba mengajak ngobrol mereka, lagi-lagi berbicara tentang langit. Ternyata
Alif sudah tahu yang mana bulan dan yang mana bintang. Ketika aku tanya, ”Eh… Di
atas ada bulan nggak?”
Alif langsung
menjawab,”Nggak ada. Adanya bintang, ngikutin Alif. Hahaha…” Alif ketawa lepas.
Ya, malam itu
bulan tak menampakkan dirinya, mungkin tertutup awan. Alif bilang kalau bintang
ngikutin dia, hahaha… Sama pikirannya denganku sewaktu aku kecil dulu yang
menganggap bahwa benda-benda langit mengikuti diri kita ketika kita berjalan.
Kami pun tiba
di toko. Alif dan Uty langsung berlarian mencari apa yang mereka rencanakan
sebelumnya. Alif yang berbadan besar dengan gesit langsung menuju tempat
sozzis. Aku heran, dia kok sepertinya sudah hapal dengan tempat-tempat di toko
ini. Bahkan, untuk menemukan sozzis yang ingin dia beli, dia langsung menuju
tempat sozzis dan itu tepat!
“Om, Alif beli
sozzis sapi!” Katanya sambil memegang sekaleng sozziz sapi.
“Oh… Abang sudah
ketemu sozzisnya. Ok, abang sozzis sapi.”
Wah, Alif
dengan cepat dan tepat bisa tahu kalau yang dia pilih adalah sozzis sapi.
Ckckck… Cerdas sekali anak ini, pikirku.
“Om, Alif mau
beli lagi ya!” Pintanya.
“Eits, tadi di
rumah abang sudah janjikan? Abang cuma beli sozzis, nggak yang lain.”
Dari matanya,
aku bisa melihat Alif sedang mengingat perjanjian yang tadi sudah di buat di
rumah. Alif pun tersenyum, memamerkan giginya yang gerepesan.
Uty masih
kebingungan mencari coklat yang dia inginkan. Banyak sekali macam coklat dan
dia bingung mau membeli coklat yang mana.
“Alif, kita
bantu Uty yuk buat nyari coklatnya!” Aku mengajak Alif untuk membantu Uty
mencari coklatnya. Aku, Alif dan Uty mencari-cari coklat. Alif tampak serius
membantu Uty untuk mencari coklat tersebut.
“Kakak, yang
ini aja…” Alif menunjukkan ‘Beng-beng’
“Nggak mau.”
Uty rupanya nggak mau ‘Beng-beng’, dia terus mencari coklat yang dia inginkan.
Setelah agak lama, Uty pun menemukan coklat yang dia inginkan “Nyam-nyam coklat”.
Kami pun menuju kasir, membayar barang belanjaan kami.
Sesampai di
rumah, mereka saling berbagi apa yang mereka beli. Alif membagi sozzis sapinya
kepada Uty dan Uty pun membagi nyam-nyam coklat miliknya kepada Alif.
Alhamdulillah, aku berhasil!
***
Orangtua yang baik bukanlah orangtua yang mengikuti dan memenuhi segala
keinginan anak. Anak minta A maka orangtua pun membelikan A. Anak minta B maka
orangtua pun membelikan B. Orangtua yang baik adalah mereka yang mengajarkan
anak bagaimana anak memilih dengan penuh tanggungjawab dan konsisten serta
komitmen terhadap apa yang di pilihnya.
Jangan katakan bahwa ikuti saja terus keinginan anak karena toh dia masih
kecil belum mengerti apa-apa. Sungguh! Itu salah besar. Kepribadian anak sudah
mulai terbentuk sejak dia kecil. Ketika orangtua terus mengikuti keinginan anak,
maka yakinlah bahwa ketika anak itu dewasa maka dia akan menjadi sosok orang
yang manja.
Ajaklah anak untuk terus berpikir terhadap apa yang diperbuatnya atau yang
akan diperbuatnya. Arahkan mereka dalam memilih sesuatu dan ajarkan
tanggungjawab terhadap apa yang mereka pilih. Sekali lagi, biarkan dia memilih.
Bukittinggi, Agustus 2018
No comments:
Post a Comment