Monday, August 6, 2018

ROMANTIKA SESAAT




ROMANTIKA SESAAT
Cerpen


“Sebel… Sebel…” Bathinku dalam hati.



Bagaimana nggak sebel, sahabat karibku Rifal meremove diriku dari list akun WA-nya. Alhasil mukaku kutekuk sepanjang hari. Untung hari itu aku izin kerja, jadi teman-teman satu kantor nggak melihat wajah jelekku yang lagi ngambek.



Sejujurnya aku memahami keadaannya karena kini dia telah punya pasangan, dan aku tahu pasangannya Amel termasuk golongan wanita dengan kadar cemburu di atas 100% dan mungkin langkah yang Rifal lakukan adalah untuk menjaga perasaan istrinya, walaupun kutahu itu bukan solusi terbaik menurut pandanganku.



Desir pasir di padang tandus… Tiba-tiba handphoneku berbunyi, ketika kulihat ternyata Fikar menelpon.



“Assalamu’alaikum,” terdengar sapanya.



“Wa’alaikumsalam warahmah,” jawabku lesu karena kurang mood gara-gara perlakuan Rifal.



“Ada waktu untuk ketemu? Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan. Jam setengah empat aku tunggu di Taman Maharam. On time… Awas telat,” katanya terus memutuskan telpon.



“Dasar nggak sopan.” Keluhku. Tapi aku tahu sifat Fikar dari dulu memang to the point, dia nggak suka basa basi.



Taman Maharam adalah satu dari sekian taman di kota Bukittinggi, terletak di satu sisi Ngarai Sianok. Di sana sering di pakai sebagai tempat kumpul-kumpul, apalagi oleh remaja. Selain asri, di taman Maharam juga ada wahana permainannya.



Aku datang jam  tiga dua puluh menit, karena saat itu aku lagi nggak sholat jadi datang lebih awal takutnya Fikar ngomel lagi kalau aku terlambat. Untung saja di sana aku belum melihat batang hidung Fikar, sahabat kecilku dan juga cinta pertamaku. Aku menyukainya sejak dulu, tapi nggak berani berharap lebih karena dia mempunyai banyak kelebihan nggak sebanding dengan diriku. Dia tampan, cerdas dan telah mencapai kebebasan finansial di usianya yang masih muda.



Dari kejauhan aku melihat sesosok putih, dengan baju kemeja senada dengan kulitnya yang bersih. Senyumnya yang  lama kurindukan walaupun aku tahu bahwa itu rindu yang terlarang. Sesekali pernah terlintas di pikiranku, “Kapankah kerinduanku ini berubah jadi halal untuk diriku?”



Fikar mengajakku ke warung yang berada di taman tersebut. Dia memesan jus mangga kesukaannya sedangkan aku memesan jus apel kesukaanku.



“Kenapa wajahmu kok jelek gitu?” Tanya Fikar sambil meminum jus kesukaannya



Aku menceritakan kekecewaanku pada Rifal. Fikar tahu Rifal  karena kami bertiga teman semenjak SD.



“Bukankah cemburu itu bagian dari cinta?”



“Iya, tapi bila berlebihan itu juga nggak baik. Secara tidak langsung kita tidak percaya sama kesetiaan pasangan kita.”



“Jika cemburuku karena aku merasa lebih baik darinya seharusnya dia memahami itu. Lagipula kenapa juga aku harus cemburu, kan yang dipilih Rifal sebagai pasangannya adalah dia bukan aku,” protesku.



“Hmmm… Dasar egoismu kadang nggak berubah ya, kau juga harus melihat tidak hanya dari sudut pandangmu saja. Bagaimanapun kau dan Amel bukanlah individual yang sama, kalian berdua diterpa dengan kedewasaan yang berbeda. Mungkin ini yang terbaik buat kalian bertiga, aku yakin ada hikmah dari setiap kejadian. Iya kalau Rifal remove kamu gara-gara Amel, bagaimana jika dia masih punya perasaan padamu?”



“Maksudmu…”



“Rifal sebenarnya dari dulu suka sama kamu, kamu saja yang kurang sensitive. Terus dia bertemu dengan Amel, dia merasa Amel membutuhkan dirinya lebih dari kamu makanya dia memilih Amel. Namun aku yakin perasaan Rifal sama masih ada. Kini dia berjuang  bagaimana dia menjaga cintanya padamu karena Allah dan konsekuensi atas pilihannya pada Amel sebagai pasangannya  saat ini. Dia harus menjaga cintanya dan bertanggungjawab atas pilihannya. Keputusan Rifal ini bukanlah keputusan yang mudah, dia mencintaimu karena Allah dan tetap ingin cinta tersebut dengan memasrahkan dirimu kepada Allah.” Aku hanya terdiam mendengarkan penjelasan Fikar.



“Cemburu boleh saja, namun jangan sampai membuat kita jadi posesif. Ingat, cinta itu sebatas kematian saja namun cinta karena Allah itu adalah cinta yang abadi. Secinta-cinta pada manusia, suatu saat nanti cinta tersebut akan diambil Allah kembali.”



“Selain itu, ini petanda kalau kau harus cepat mencari pasangan hidupmu juga biar nggak menimbulkan fitnah.” Tegas Fikar.



“Ngomong mah gampang, tapi dengan siap?” Tanyaku balik.



“Siapkan dirimu menjadi Mrs. Fikar Rasyid?” Tanyanya serius.



Aku tersedak mendengar ucapan Fikar, hatiku berdebar nggak karuan. Apa aku nggak salah dengar dengan apa yang barusan dia katakana. Spontan saja aku melontarkan pertanyaan tak penting.



“Mengapa kau mengucapkan kata-kata itu, kau menggodaku ya?”



“Apa aku terlihat menggoda atau serius?”



“Fikar, sebaiknya kau jangan menjadikan aku sebagai Mrs. Fikar, aku tuh jelek, lebih tua dari kamu, aku tuh nggak bisa masak, nggak pandai bersih-bersih rumah… dan... “ Ucapanku mulai ngelantur ke mana-mana. Aku jadi salah tingkah dibuatnya.



“Aku mencari pasangan hidup bukan mencari pembantu… Semua pekerjaan itu bisa kita bicarakan nanti karena kita bisa saling berbagi tugas untuk membentuk keluarga yang di idamamkan setiap orang.” Jelasnya.



“Aku juga minta maaf telah membuatmu menunggu. Aku tak menghubungi bukan karena aku tidak ingin bersamamu tapi karena aku ingin menjaga kesucian cintaku padamu. Aku berusaha keras agar bisa menjadi tubuh dan sosok terbaik untukmu. Aku ingin membahagiakanmu dan aku mencintaimu karena Allah.”



“Apakah kau bersedia menjadi Mrs Fikar?” Tanyanya menegaskan lagi.



Aku hanya diam dan wajahku memerah



“Dengan nama Allah wahai Tyti Rahman izinkan aku menjadi imam bagi hidupmu dunia dan akhirat, Insya Allah…” Kata Fikar tegas.



“Subhanallah… Sungguh engkau menjagaku untuk lelaki hebat dihadapanku ini Ya Rabb”. Kataku dalam hati dan aku pun menganggukkan  kepalaku tanda setuju.



“Ini sebuah kotak perhiasan berisi kalung liontin berbentuk angka satu dan bulan sabit yang terbuat dari berlian dan emas putih.”



“Apa ini?” Tanyaku



“Itu kado buatmu,  pakailah! Aku ingin kau selalu menjadi yang nomor satu. Liontin itu dekat dengan jantung, aku berharap dalam hidupmu mencukupkan sesuatu dengan Allah di hatimu.” Papar Fikar padaku.



Setelah itu kami pun pulang ke rumah masing-masing.



Selepas Isya’



Desir pasir di padang tandus… Suara handphoneku berbunyi dan kulihat ada telpon dari Rifal.



“Assalamu’alaikum,” sapanya.



“Wa’alaikumsalam warahmah,” balasku.



“Ty… Mohon kuatkan hatimu dan ikhlaskan, Fikar mengalami kecelakaan, mobilnya bertabrakan dengan truk. Dia meninggal di lokasi.”



Aku langsung lemas. Mulutku berkata “Innalillahi wa innailaihi raji’un, sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan kepada Allah jualah kami kembali.” Handphone di tangunku jatuh dari genggamanku. Pandanganku gelap… Aku pun tak sadarkan diri lagi.   

Cerpen_By:Amrhy_02



Bukittinggi, - Agustus 2018
@Amrhy_02

No comments:

Post a Comment